Lucunya Negeri ini,
Suatu Negeri besar yang sibuk mengintervensi dunia internasional untuk berjuang membantu menyelesaikan krisis keagamaan di daerah antah berantah di Myanmar, sementara rakyat di negerinya itu sendiri saling gontok-gontokan mengenai isu yang sama.
Suatu Negeri yang di dunia Internasional "katanya" menjunjung tinggi adanya perbedaan, tetapi mengingkari prinsip itu di negerinya sendiri.
Negeri yang di dunia Internasional "katanya" merupakan suatu negeri besar yang menjunjung Hak Asasi Manusia sebagai hal yang mutlak ada, tetapi dengan sadar dan sengaja malah mengingkari Hak itu di negaranya.
Negeri yang memiliki konstitusi dan ideologi yang mengagung-agungkan perbedaan, tetapi dengan senang hati mengangkangi konstitusinya dan ideologinya itu.

Lucunya Negeri ini,
Negeri yang kaya, tetapi masyarakatnya mengalami krisis multi dimensi.
Krisis ekonomi, dimana untuk tahu tempe pun sudah menjadi barang mewah,
Dimana susu menjadi hal yang hanya bisa dimimpikan bagi anak bayi yang masih merah, bahkan ibunya tidak sanggup lagi memberikan susunya karena memang tidak ada yang dapat diberi.
Dan yang lebih lucu, Pemerintahnya sendiri mengaku di forum-forum Internasional bahwa ekonomi di negerinya naik mencapai "dua digit" persen pertahunnya. Luar Biasa!
Dan Pemerintah dengan "senang hati" menyanggupi membantu untuk memberikan dana 1 Milyar US$ bagi negara lain, sedangkan rakyatnya menjerit minta sekedar tahu dan tempe.
Pemerintah dengan gampangnya mengucurkan dana bantuan segitu besarnya, dengan beban utang yang mencapai ribuan trilyunan rupiah.
Siapa sebenarnya yang kaya?
Dan siapa yang miskin?
Krisis moral, dimana korupsi dan berjuta perbuatan-perbuatan kriminal lainnya sudah merupakan hal yang"lumrah" terjadi dan sudah menjadi konsumsi bahkan anak-anak setiap harinya.
Seakan-akan kantor berita lokal, baik cetak maupun elektronik pasti akan tutup karena merugi jika negeri ini aman sejahtera.
Saya tantang teman-teman sekalian untuk memberikan satu saja koran nasional yang pada satu hari saja dalam semua halamannya tidak termuat satupun berita tentang korupsi, pembunuhan, perampokan dan pemerkosaan serta tindak kejahatan lainnya.
Jika teman-teman dapat menemukannya, maka saya dengan senang hati mencabut pernyataan saya sebelumnya.

Lucunya negeri ini,
Negeri yang "katanya" berbeda-beda tapi satu,
Ya memang satu, tapi "satu" itu berarti hanya ada satu agama yang boleh ada, yaitu agama mayoritas.
Negeri yang "katanya" menjunjung tinggi toleransi,
Ya memang toleransi, tapi yang minoritas lah yang mesti men"toleransi" yang mayoritas.
Mayoritas tidak harus ikut "toleransi".
Vox Populii Vox Dei, Suara rakyat adalah suara Tuhan atau dapat pula diartikan suara dari golongan "mayoritas" adalah suara tuhan.
Tapi Tuhan siapa?
Apakah Tuhan hanya milik golongan mayoritas?
Yang mayoritas pun menyadari, ketika prinsip Vox Populii Vox Dei itu diduetkan dengan istilah Machtvorming (Penggalangan Massa) dan Machtaanweding (Pengerahan Massa) akan menjadi suatu kombinasi yang cukup hebat untuk dapat mewujudkan cita-cita mereka.
Persis PKI yang mengggunakan teori Bung Karno itu dalam usahanya untuk mewujudkan cita-citanya mendirikan negara komunis dan merongrong Pancasila dalam pemberontakan tahun 1965 lalu.
Maka bukan hal yang besar dan mustahil untuk mendorong Pemerintah menutup rumah-rumah ibadah golongan minoritas.
Dan bukan hal yang tidak masuk akal jika tindakan-tindakan golongan mayoritas itu juga pada akhirnya mengikis sedikit demi sedikit konsep Pancasila yang telah bertahan lebih dari setengah abad itu.
Negeri yang menjunjung kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agamanya itu,
Ya memang bebas, tapi "bebas" itu untuk memeluk agama mayoritas, "bebas" untuk melakukan ibadah agama mayoritas.
Mayoritas lagi mayoritas lagi.
Seakan rumah ibadah hanya untuk golongan mayoritas, sedangkan yang minoritas tidak perlu rumah ibadah, bahkan tidak perlu ibadah sekalian!

Ada yang lebih lucu lagi kawan,
Ternyata sikap-sikap yang tidak menunjukkan rasa nasionalisme itu bukan hanya dilakukan oleh kaum-kaum mayoritas saja.
Golongan minoritas juga sudah umum melakukan tindakan-tindakan seperti itu.
Bukan tidak banyak golongan minoritas yang "dulunya" merupakan kaum pendatang di negeri ini, malah mengkotak-kotakkan dirinya sendiri dan merasa enggan bergabung dengan kaum pribumi.
Ckckckck..
Seakan-akan memang negeri ini telah mencapai usia tuanya.

Itu yang aku maksud dengan kelucuan dalam negeri ini kawan.
Lucu karena bukan hanya satu pihak yang salah.
Lucu karena apa yang tampak di luar (baca: dunia Internasional), jauh berbeda dengan apa yang ada di dalamnya.
Lucu, karena negeri yang miskin ini merasa menjadi negara paling kaya sedunia.
Lucu, sungguh teramat lucu!

Sabtu, 28 Juli 2012
Pukul 22:11 WIB

Related Post :